Kamis, 11 Oktober 2012

Pentingnya Guru yang Profesional

Mau tidak mau, siap atau tidak siap, suka atau tidak suka
Bahwa setiap kita adalah guru
Yang akan berpengaruh bagi siapa yang terpengaruh oleh kita
Dan setiap kita adalah murid yang akan terpengaruh
Dengan kuatnya suatu pengaruh
Karena setiap apa yang kita lihat, dengar, rasakan, ucapkan, lakukan dsb
Adalah sugesti bagi kita dan orang lain
        Sahabat guru Indonesia pernahkah kita bertanya tentang siapa sebenarnya diri kita dan profesi kita? lalu siapa pula mereka yang menjadi lawan interaksi kita?. Menurut hemat penulis permasalahan yang terjadi itu tentunya tak terlepas dari pengaruh pertimbangan-pertimbangan sosial, politik, ekonomi dan budaya sehingga kepentingan siswa sering terlupakan, bukan begitu?, dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru yang mengakar yaitu :
· Banyaknya guru yang belum siap menjadi guru
· Banyaknya orang tua yang belum siap menjadi orang tua
· Banyaknya sendi-sendi kekuatan negara ini yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
Dari sabang sampai merauke.
Sahabat guru Indonesia, dari paparan permasalahan diatas dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa negara kita sangat memerlukan para pendidik (guru) yang profesional begitu juga para orang tua jauh hari sebelum melangkah kejenjang pernikahan telah memikirkan dan belajar  bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak, agar kelak anak-anak kita menjadi orang yang memiliki karakter terbaik demi terwujudnya negara yang adil dan makmur pada masa negri ini masih dalam tahap perkembangannya. Dan berikut ini penulis akan memberikan beberapa kirteria guru yang profesional,
  1. Guru yang berniat ikhlas mengajar dan mendidik
Niat adalah penentu segala perbuatan yang akan dan yang telah kita lakukan, dan sesorang dari kita akan mendapat akibatnya menurut apa yang telah kita niatkan sebelumnya maka jadilah kita berjalan dimuka bumi hingga detik ini menurut niat kita sebelumnya. Menjadi guru adalah pekerjaan gampang-gampang susah, semua itu tentunya kembali kepada niat kita dalam memulai profesi menjadi guru. Sahabat guru Indonesia jangan pernah berniat hanya sekedar coba-coba untuk mejadi guru, karena guru yang mencoba-coba berdiri diantara dua pilihan yaitu berhasil atau tidak. Sehingga yang akan dilakukan dari niat yang seperti ini adalah jika tidak berhasil mengakibatkan keluhan panjang dan jika berhasil mengakibatkan keangkuhan akhirnya segala sesuatu dinilai dari sudut pandang untung dan rugi. Sebaiknya jujurlah dalam bertindak dan memilih profesi yang benar-benar kita sukai sehingga menimbulkan kecintaan kita terhadap profesi itu dan menjadi guru adalah tugas yang mulia dan terpuji merupakan salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan kepada manusia, yaitu belajar dan mengajarkan. Jadi guru yang ikhlas dalam mengajar dan mendidik tidak mempermasalahkan suatu keadaan, baik itu dari sisiwanya maupun tempat dan peralatan yang akan digunakan dalam mengajar, sebab guru yang ihklas adalah guru yang benar-benar menginginkan peserta didikanya sukses meraih cita-cita dikemudian hari kelak sehingga dalam mengajar dan mendidik menggunakan bermacam cara untuk mentransfer ilmu yang bermanfaat bagi peserta didiknya.
2.Guru yang  mengenal dirinya, profesinya, dan mengenal peserta didiknya
Mungkin sedikit aneh ketika seorang guru belum mengenal siapa dirinya, apa profesinya bahkan siapa peserta didiknya sehingga berakibat fatal bagi karirnya maupun peserta didiknya. Menjadi guru profesional adalah pilihan bijak dan guru yang profesional menampilkan kesan guruku idolaku artinya guru yang tak pernah lekang dari ingatan peserta didiknya, berbagai macam cara ia lakukan dalam mentrasnfer ilmu dan pembentukan karakter peserta didiknya melalui mata pelajaran yang disampaikan yang sesuai dengan kurikulum, tahap perekembangan anak, kecerdasan anak dan cara belajar anak.
3.Guru yang disiplin dan bertanggung jawab
Sudah seyogiayanya kedisiplinan itu pangkal dari segala perbuatan manusia yang profesional dibidangnya. Seorang guru yang disiplin akan memepersiapkan segala sesuatu untuk menjalankan visi misinya sebagai pendidik dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya dalam mengendalikan peserta didiknya pada saat proses pembelajaran, tentunya akan membekas dijiwa anak atas apa yang telah diterapkan dan diajarkan. Guru adalah cermin yang utama bagi peserta didiknya, panutan terbaik bagi mereka. Guru adalah contoh bagi siswanya mulai dari ucapan, perbuatan dan lain sebaginya. Untuk itu guru sosok yang menjadi panutan peserta didiknya harus lebih utama membudayakan kedisiplinan baik bagi dirinya dan profesinya maupun penerapan bagi peserta didiknya. Begitu juga tanggung jawabnya terhadap peserta didiknya atas apa yang telah dicontohkan atau ditanamkan terhadap perkembangan pengetahuan anak yang terlihat dari sikap, tingkah laku serta pola pikir anak baik didalam lingkungan sekolah maupun keluarga dan masyarakat. Guru berperan aktif dalam tanggung jawab membesarkan jiwa peserta didiknya menuju tahap kesempurnaan berpikir dalam tahap perkembangannya.
4.Guru yang bijaksana dalam bertindak
Dalam setiap situasi guru yang profesional akan melakukan sesuatu tindakan perbuatan lebih bijaksana baik pada saat memberi motivasi maupun hukuman pada peserta didiknya melakukan sesuatu yang berlebih dari standart peraturan yang telah disepakati bersama antara guru dan peserta didiknya
5. Guru yang kreatif, inovatif dan menyenangkan
Guru yang kreatif akan selalu menemukan cara terbaik dalam menyampaikan mata pelajaran  dan tentunya menggunakan inovasi terbaru sesuai dengan mata pelajaran dan keadaan yang berlaku saat itu baik dari situasi dan kondisi lingkungan setempat maupun dari latar belakang setiap peserta didiknya dalam proses belajar mengajar sedang akan berlangsung atau sedang berlangsung. Guru yang profesional faham dan mengerti trika apa yang akan digunakan ketika mengajar dan mendidik demi tersalurnya apa yang menjadi materi atau bahan ajar.
6.Guru yang selalu mendo’akan peserta didiknya
Guru adalah orang tua bagi peserta didiknya disekolah dan guru yang profesional tidak akan putus hubungan ketika sudah berakhirnya proses belajar mengajar. Guru yang profesionl akan selalu mendo’akan peserta didiknya sebab tugas yang diemban tidak hanya sebatas keberhasilan saat itu namun berkelanjutan sampai peserta didik sukses mencapai ciat-citanya.
Sahabat guru Indonesia, menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia jasa yang tak ternilai harganya kebanyakan dari kita para guru terkadang masih malu untuk mengakui bahwa dia adalah guru atau menjadi guru hanya setengah hati sekedar sampingan saja. Tentunya bukan seperti itu, sebab guru adalah modal utama sebuah negara menuju kesuksesan, maka jadilah guru yang profesional mencintai profseinya  dan menjadikan lahan ibadah baginya yang berisikan kebaikan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak.
Sumber :http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/02/pentingnya-guru-yang-profesional/ 

Perbedaan Guru Zaman Dulu Dengan Zaman Sekarang

 


        Segala sesuatu yang ada di dunia pasti tak luput dari yang namanya kekurangan. Sama halnya dengan profesi guru. Entah itu guru zaman sekarang ataupun zaman dahulu semuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Nah, kali ini saya akan berbicara mengenai 5 Perbedaan Guru Dulu dan Sekarang. Hal apa sajakah yang membedakan guru Zaman Dulu dan Sekarang ? ini dia:

1. Cara Mengajar
Cara mengajar yang diterapkan oleh guru zaman dulu umumnya adalah dengan menggunakan penjelasan yang bertele-tele, yang sepertinya setiap kata yang ada di buku itu dibaca. Dengan metode ini, pengetahuan yang diterima siswa hanya bersumber dari sang guru saja.

Sedangkan guru zaman sekarang lebih sering hanya menjelaskan secara singkat materinya, lalu mempersilahkan para siswa untuk bertanya apabila ada kesulitan. Dengan cara ini, siswa jadi terpacu untuk mengembangkan pengetahuannya di luar sekolah. Misalnya dengan browsing di Internet, mengikuti kursus, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang didapat pun akan semakin banyak.

2. Cara Menasihati Siswa
Cara menasihati siswa yang dilakukan oleh guru-guru zaman dulu adalah dengan kalimat- kalimat yang biasanya kasar. Seperti menyinggung kondisi ekonomi keluarganya, penampilannya, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuat para siswa saat itu menjadi berfikir keras agar tidak akan diledek oleh guru-guru mereka.

Perlakuan berbeda dilakukan guru zaman sekarang. Mereka biasanya menasihati para murid hanya dengan nasihat-nasihat yang halus dan tidak sampai menyinggung perasaan murid tersebut. Cara ini kurang efektif karena murid kadang-kadang hanya mendengarkan di telinga kanan dan keluar di telinga kiri.

3. Cara Berinteraksi Diluar Kelas
Guru-guru zaman dulu dengan gaya mengajarnya kaku, diluar kelas apabila disapa oleh murid nya, mereka hanya tersenyum lalu berlalu begitu saja. Karena dalam diri mereka, ada suatu doktrin yang menjelaskan bahwa ada garis pemisah antara guru dan murid. Jadi, sang murid harus sangat menghormati gurunya.

Sedangkan guru zaman sekarang lebih luwes dalam berinteraksi diluar kelas. Misalkan saja ada murid-muridnya yang menyapa, mereka akan tersenyum lepas dan kadang-kadang justru bercanda dengan murid-muridnya itu. Seakan akan tidak ada garis batas antara murid dan guru. Guru pun bisa dijadikan tempat untuk mencurahkan segala isi hati kita (curhat) tentang sekolah maupun kehidupan sehari-hari kita.

4. Penggunaan Teknologi
Ketika zaman dulu, yang mana saat itu teknologi belum secanggih sekarang ini, seorang guru apabila ingin menjelaskan materinya, hanya dengan menggunakan kapur dan papan tulis kayu saja. Atau bila dengan alat bantu, paling jauh hanya menggunakan peta untuk pelajaran geografi.

Hal yang sangat berbeda dilakukan oleh guru zaman sekarang. Guru sekarang lebih senang menuliskan materi ajarnya di sebuah file presentasi yang nanti hasilnya bisa ditampilkan di layar menggunakan LCD proyektor. Disamping lebih praktis, cara ini bisa membantu para siswa untuk mengetahui lebih detail suatu gambar/objek/benda.

5. Pemberian Nilai
Pemberian nilai yang dilakukan oleh guru zaman dulu adalah selain nilai asli, ada nilai yang diambil secara subyektif oleh guru tersebut. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah kesopanan, etika, dan keantusiasan siswa tersebut dalam mendalami materi yang diajarkan guru tersebut. Sehingga dengan cara itu, nilai siswa benar-benar asli sesuai dengan kenyataan yang ada pada siswa tersebut.

Berbeda dengan guru zaman sekarang. Kebanyakan guru zaman sekarang hanya mengisi kolom nilai seorang murid hanya dari hasil rata-rata ulangan ditambah tugas, dan keaktifannya dalam bertanya ataupun menjawab. Sehingga tidak jarang nilai yang muncul di rapor tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya dari murid tersebut.

Guru zaman dahulu dan zaman sekarang ternyata memiliki perbedaan yang sangat menonjol, dan ini menunjukkan ciri khas masing-masing guru. Nah, alangkah lebih baik, apabila hal yang baik di masa lalu diterapkan di masa kini dan hal yang buruk dijadikan pelajaran. Well, bagaimana Sobat? setujukah dengan opini diatas ?


Sumber Tulisan :
Perbedaan Guru Zaman Dulu Dengan Zaman Sekarang
 http://forum.detik.com/perbedaan-guru-zaman-dulu-dengan-zaman-sekarang-t419961.html

Video Pembelajaran Broww

TIPS PENGUASAAN KELAS



http://upi.edu/

            Kini masih banyak guru yang tidak mampu dan sangat kesulitan dalam menguasai kelas, peserta didik yang gaduh sering membuat guru kewalahan  mengatasinya. Dengan begitu, sang guru mengambil jalan pintas  seraya mengabaikan pedagogik, berteriak dengan suara keras di dalam kelas dan bahkan berkali-kali memukul meja, menambah suasana kelas semakin ramai dan tidak kondusif.
Jika anda membiasakan berteriak di dalam kelas, akibatnya suaranya tidak akan didengar lagi oleh siswa, tenggorakan anda akan sakit karenanya dan bahkan cadangan suaranya akan hilang atau habis.
Ada banyak tips yang akan anda dapat lakukan dalam menciptakan suasana kelas yang semula gaduh menjadi kondusif, yang semula ramai menjadi tenang, dan yang semula ribut menjadi hening.
Pertama, menatap dengan tajam kepada seluruh siswa yang hadir. Pandangan yang tajam khususnya kepada siswa yang tengah ngobrol dengan temannya, biasanya yang bersangkutan akan segera duduk manis dan mengakhiri obrolannya.
Adalah siswa tersebut, berarti sudah dapat menangkap sinyal dan keinginan anda, supaya mereka tidak gaduh di kelas. Setelah itu, anda baru boleh berkedip. Kedipan mata yang anda berikan kepada anak tersebut, sebagai isyarat bahwa anda tidak marah dan menghargai perubahan sikapnya. Demikian pula sebaliknya, bahwa ia masih menghargai dan segan kepada anda.
Menghukum badan karena marah, mencubit, memukul, menampar, memplototi, dan menatap mata tanpa berkedip, dampaknya sangat patal bagipeserta didik. Untuk itu, hindari hukuman badan karena termasuk melanggar hak-hak siswa, dan juga bisa jadi bahan tuntutan hokum.
Guru sedapat mungkin menggunakan keadaan positif peserta didik untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran yang menyenangkan dan menantang, sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensinya. Jika peserta didik merasa bosan dalam mengikuti proses KBM, mereka akan berontak dan berulah. Terlebih jika dibanjiri PR yang memberatkan, pasti merasa cemas. Percayalah, jika mereka merasa senang  dan terlibat langsung di dalamnya  prosesi KBM, pasti mereka mau belajar dan melakoninya dengan baik dan penuh kesadaran.
Kedua, senyum kepada siswa. Ketika anda masuk ke dalam kelas gunakan tiga S, yaitu senyum, salam dan sapa. Jika terlihat beberapa siswa tidak memperhatikan pelajaran yang sedang anda paparkan, sebaiknya anda segera menegur mereka, sehingga tidak mengganggu prosesi KBM. Para pakar pendidik menyarankan ketika anda menegur siswa  bukan dengan cara membentak atau memarahinya, tetapi disarankan supaya melemparkan senyum kepada mereka. Senyum yang anda berikan adalah seolah-olah permohonan maaf “tolong segera hentikan obrolah kalian” karena ibu akan menerangkan pelajaran.
Senyum yang anda berikan dapat menggugah dan mengubah perilaku peserta didik, bahkan mereka akan segera meresponnya pandangan mereka akan segera tertuju  kepada anda , seraya memperhatikan pelajaran yang dengan diterangkan.
Percayalah, senyum yang hangat akan memancarkan kesan bahwa anda tergolong guru yang gaul dan ramah. Namun, penulis tidak bermaksud agar anda terus senyum sepanjang hari ketika di kelas, karena justru anda akan terlihat menjadi aneh.
Yang jelas wajah masam, pasti tidak menyenangkan untuk dilihat dan tidak boleh dipertahankan, khususnya ketika KBM berlangsung dikelas bertatap muka dengan peserta didik.
Ketiga, pengaturan suara. Budayakan agar tidak menerangkan pelajaran jika masih ada siswa yang ngobrol. obrolanpeserta didik di kelas ketika kbm berlangsung, sebenarnya dapat diatasi dengan trik merendahkan atau memelankan suara.
ketika anda memulai mengajar saat itu yang terdengar di dalam kelas hanyalah suara dengungan pelan akibat siswa yang ngobrol. kondisi seperti ini, guru cenderung menyikapinya dengan meningkatkan volume suaranya untuk didengar oleh mereka.
namun pada kenyataannya, semakin tinggi volume suara anda, suara dengungan tersebut akan terdengar semakin keras . sementara itu, anda pun tetap berlanjut menerangkan pelajaran dengan berteriak-teriak. cara seperti ini tidak akan mampu mengubah suasana kelas yang gaduh menjadi tenang.
Sebaiknya pelankan suara anda karena dengan suara yang pelan  peserta didik akan berhenti berbicara, selanjutnya mereka akan berusaha mau mendengar  dan memperhatikan suara anda. Dan bahkan, diantara mereka akan menyuruh teman-temannya untuk tidak ngobrol.
Keempat, seni bahasa tubuh. Pada awal minggu-minggu pertama masuk sekolah, sebaiknya anda dapat membiasakan peserta didik dengan melakukan bahasa tubuh tertentu, guna menjaga kesehatan dan menghemat energy. Contoh soal, ketika ada suara gaduh di kelas  segera tempelkan telunjuk di bibir anda, sebagai perhatian supaya mereka tenang.
Mengajar adalah seni, karenanya tidak mungkin sterio tape, melainkan sesuatu yang bisa dan harus diexplorasi. Guru harus bisa menciptakanpembelajaran sebagai sesuatu yang menarik bagi peserta didiknya. Dengan begitu, mereka akan senang belajar. Guru, seharusnya memikirkan bagaimana menciptakan sekolah menjadi sebuah taman yang indah dan nyaman sebagai tempat belajar, dengan gaya dan model pembelajaran yang menyenangkan, tentunya.
Kelima, bertepuk tangan. Ketika anda mau memulai pelajaran coba lakukan bertepuk tangan, kegiatan ini peserta didik menganggapnya hanya sebuah permainan belaka, dan kelihatannya memang demikian adanya. Tetapi tak apalah, yang penting adalah hasil akhirnya kelas menjadi tenang dan tidak gaduh.
Guru seharusnya pembelajar sepanjang hayat. Guru jangan merasa cukup dengan ilmu yang telah dimiliki dan dikuasainya, tetapi harus belajar dan mengaktulisasi diri sendiri secara terus menerus.
Faktor utama dalam penguasaan kelas dan mengembangkan KBM yang menyenangkan, bukan hanya dana semata. Melainkan kemauan yang kuat dan kreativitas guru. Untuk itu,  guru harus kompeten dengan memiliki sejumlah pengetahuan dan tips penguasaan memenej kelas.
Penulis adalah Anggota Asosiasi Guru Penulis
PGRI Provinsi Jawa Barat
Referensi
Mansyur. (2009). Suara Daerah. Bandung: Grafindo Media Pratama



Minggu, 07 Oktober 2012

Hakekat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

http://upi.edu/

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Asy’ari, Muslichah (2006: 22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA. 

Budaya Mencontek Pada Anak SD

http://upi.edu/

oleh: Risma Fitria Andriani

Latar belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu kita harus menjaga anak sebagai amanah yang di titipkan. Dalam fase kehidupannya anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus di penuhi olehnya. Perkembangan itu teroptimalisasikan atas faktor genetika, pola asuh, dan lingkungan.
Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Untuk memahami bagaimana perkembangan anak, juga perlu dipahami permasalahan-permasalahan apa yang dialami anak selama perkembangannya. Hal ini perlu dilakukan agar kita benar-benar dapat mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada diri anak.
Ketika anak berkembang sudah pastilah anak mengalami kesulitan-kesulitan yang harus terus di bimbing. Ketidakmampuannya untuk tidak dapat melakukan apa yang seharusnya di lakukan mereka sebut masalah. Permasalahan yang timbul pada anak haruslah segera di atasi karena akan berdampak pada pengembangan permasalahan-permasalahan yang lain.
Salah satu permasalahan yang sering kali terjadi dikalangan anak adalah mencontek. Anggia Rizka memaparkan dalam blognya Mencontek dapat diartikan sebagai perbuatan untuk mencapai suatu keberhasilan dengan jalan yang tidak sah. Walaupun dalam hal ini kata “keberhasilan” dan “sah” masih dapat diperdebatkan. Akhirnya mencontek menjadi budaya yang kian semarak, lalu siapa yang dapat disalahkan apabila mencontek terus mengakar pada kalangan anak, yang merupakan penerus generasi bangsa dan Negara ini.
Pada artikel ini penulis akan mencoba memaparkan momok yang perlu kita kaji bersama yaitu ‘Budaya Mencontek Pada Anak SD’.
Pembahasan
Mencontek merupakan salah satu permasalahan yang kini membudaya. Bukan hanya orang dewasa namun hal ini terjadi di kalangan anak usia SD. Mencontek adalah suatu usaha yang kebanyakan dilakukan oleh para pelajar SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa untuk melihat buku catatan, buku panduan, ataupun menyalin pekerjaan teman secara sembunyi-sembunyi guna mendapatkan jawaban dari mata pelajaran yang diujikan.
Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa mereka mencontek, yaitu sebagai berikut:
1. Dari diri kita sendiri

Karena kurangnya percaya diri, sudah menjadi kebiasaan, merupakan bentuk pelarian/protes untuk mendapatkan keadilan, menganggap beberapa pelajaran penting, dan beberapa pelajaran tidak penting,dan terpengaruh dari budaya instan.
2. Dari guru
  - Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi tidak ada
    variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
  - Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk membuat
    soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas dengan kelas yang lain
    sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.
 -  Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
 - Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal diberikan
    kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
3. Dari orang tua
         Adanya hukuman yang berat apabila anaknya tidak berprestasi dan ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak.
4. Dari Sistem Pendidikan
       Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah, misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa dan muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena kebosanan.
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab mencontek yaitu:
1) Faktor individual atau pribadi dari pencontek
2) faktor lingkungan atau pengaruh kelompok
3) faktor sistem evaluasi dan
4) faktor guru atau penilai.
  Kasus kecurangan dalam ujian merupakan salah satu kasus dimana kebiasaan mencontek menjadi sangat jelas untuk diamati. Lebih jauh lagi, kebiasaan mencontek terjadi juga dalam kegiatan-kegiatan sekolah lainnya baik mencontek pekerjaan rumah, dan lain-lain. Bila seseorang pelaku pencontekan ditanya tujuan mereka mencontek maka jawaban yang mereka katakan adalah mereka mencontek itu dikarenakan banyaknya tekanan. Tekanan itu diantaranya adalah sebagai berikut: 
1.      Adanya pembatasan standar nilai dari pemerintah 
2.      Adanya tekanan dari orangtua untuk mendapatkan nilai baik 
3.      Mengokohkan jalan untuk mendapatkan kesuksesan 
4.      Ingin mendapatkan nilai ujian yang lebih baik 
5.      Tidak percaya diri dengan jawabannya sendiri
 Faktor tekanan dari berbagai pihak mejadikan anak seorang pencontek, hal ini dilakukan untuk terhindar dari hukuman-hukuman yang diberikan ketika mereka gagal. Padahal seharusnya anak didik untuk merasakan hal-hal yang akan mendidik mereka. Seperti halnya rasa gagal, ini akan menumbuhkan rasa keinginann untuk menjadi yang lebih baik, tentunya hal ini didukung dari peran orang tua, guru dan faktor lingkungan anak. Oleh karena itu, mencontek sudah seharusnya dihindari, kebiasaan itu dapat dikikis apabila timbul keinginan dan kesadaran dari dalam individu tersebut untuk menjadi diri sendiri, dibandingkan menjadi yang terbaik akan tetapi hasil dari kebohongan yang dilakukan dengan mencontek.
Berkenaan dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat secara moral dalam ujian (tidak “mencontek”) maka caranya adalah mengkondisikan keempat faktor di atas ke arah yang mendukung, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor pribadi dari pencontek 
     a.   Bangkitkan rasa percaya diri 
     b.   Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional 
     c.   Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius
2) Faktor Lingkungan dan Kelompok
    Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral
3) Faktor Sistem Evaluasi 
    a.  Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap) 
    b.  Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif 
    c.   Lakukan pengawasan yang ketat  
    d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan
         mempertimbangkan prinsip pedagogy serta prinsip andragogy.
4) Faktor Guru 
    a.  Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai. 
    b.  Bersikap rasional dan tidak ”mencontek” dalam memberikan tugas ujian/tes. 
    c.  Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral. 
    d.   Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Penutup 
       Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan secara menyeluruh yaitu, mencontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ini bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan hasil belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Mencontek bukan hanya terjadi di kalangan orang-orang dewasa, tetapi di kalangan anak SD juga sudah marak terjadi. Dengan demikian, mencontek lebih sarat dengan muatan aspek moral daripada muatan aspek psikologis.
       Sebagai saran agar tidak membiasakan diri untuk mencontek dalam ujian diantaranya:
1. Orangtua tidak terlalu menuntut anak agar anak bisa mendapatkan nilai ujian yang lebih baik,
    karena hal itu akan membuat anak merasa tertekan 
2.   Anak menyiapkan diri belajar dari hari-hari sebelum menjelang ujian 
3.  Guru membuat bentuk soal-soal ujian yang disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta
    didik dan dengan mempertimbangkan prinsip pedagogy serta prinsip andragogy.

Daftar Pustaka
Ikhsan. (2010). Mengenali pengertian mencontek. [Online]. Tersedia : http://www.ayruzallein. 
Riska, A. (2009). Budaya Mencontek. [Online]. Tersedia: http://rumahbelajaritb.wordpress.com