Minggu, 07 Oktober 2012

Budaya Mencontek Pada Anak SD

http://upi.edu/

oleh: Risma Fitria Andriani

Latar belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu kita harus menjaga anak sebagai amanah yang di titipkan. Dalam fase kehidupannya anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus di penuhi olehnya. Perkembangan itu teroptimalisasikan atas faktor genetika, pola asuh, dan lingkungan.
Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Untuk memahami bagaimana perkembangan anak, juga perlu dipahami permasalahan-permasalahan apa yang dialami anak selama perkembangannya. Hal ini perlu dilakukan agar kita benar-benar dapat mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada diri anak.
Ketika anak berkembang sudah pastilah anak mengalami kesulitan-kesulitan yang harus terus di bimbing. Ketidakmampuannya untuk tidak dapat melakukan apa yang seharusnya di lakukan mereka sebut masalah. Permasalahan yang timbul pada anak haruslah segera di atasi karena akan berdampak pada pengembangan permasalahan-permasalahan yang lain.
Salah satu permasalahan yang sering kali terjadi dikalangan anak adalah mencontek. Anggia Rizka memaparkan dalam blognya Mencontek dapat diartikan sebagai perbuatan untuk mencapai suatu keberhasilan dengan jalan yang tidak sah. Walaupun dalam hal ini kata “keberhasilan” dan “sah” masih dapat diperdebatkan. Akhirnya mencontek menjadi budaya yang kian semarak, lalu siapa yang dapat disalahkan apabila mencontek terus mengakar pada kalangan anak, yang merupakan penerus generasi bangsa dan Negara ini.
Pada artikel ini penulis akan mencoba memaparkan momok yang perlu kita kaji bersama yaitu ‘Budaya Mencontek Pada Anak SD’.
Pembahasan
Mencontek merupakan salah satu permasalahan yang kini membudaya. Bukan hanya orang dewasa namun hal ini terjadi di kalangan anak usia SD. Mencontek adalah suatu usaha yang kebanyakan dilakukan oleh para pelajar SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa untuk melihat buku catatan, buku panduan, ataupun menyalin pekerjaan teman secara sembunyi-sembunyi guna mendapatkan jawaban dari mata pelajaran yang diujikan.
Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa mereka mencontek, yaitu sebagai berikut:
1. Dari diri kita sendiri

Karena kurangnya percaya diri, sudah menjadi kebiasaan, merupakan bentuk pelarian/protes untuk mendapatkan keadilan, menganggap beberapa pelajaran penting, dan beberapa pelajaran tidak penting,dan terpengaruh dari budaya instan.
2. Dari guru
  - Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi tidak ada
    variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
  - Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk membuat
    soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas dengan kelas yang lain
    sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.
 -  Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
 - Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal diberikan
    kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
3. Dari orang tua
         Adanya hukuman yang berat apabila anaknya tidak berprestasi dan ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak.
4. Dari Sistem Pendidikan
       Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah, misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa dan muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena kebosanan.
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab mencontek yaitu:
1) Faktor individual atau pribadi dari pencontek
2) faktor lingkungan atau pengaruh kelompok
3) faktor sistem evaluasi dan
4) faktor guru atau penilai.
  Kasus kecurangan dalam ujian merupakan salah satu kasus dimana kebiasaan mencontek menjadi sangat jelas untuk diamati. Lebih jauh lagi, kebiasaan mencontek terjadi juga dalam kegiatan-kegiatan sekolah lainnya baik mencontek pekerjaan rumah, dan lain-lain. Bila seseorang pelaku pencontekan ditanya tujuan mereka mencontek maka jawaban yang mereka katakan adalah mereka mencontek itu dikarenakan banyaknya tekanan. Tekanan itu diantaranya adalah sebagai berikut: 
1.      Adanya pembatasan standar nilai dari pemerintah 
2.      Adanya tekanan dari orangtua untuk mendapatkan nilai baik 
3.      Mengokohkan jalan untuk mendapatkan kesuksesan 
4.      Ingin mendapatkan nilai ujian yang lebih baik 
5.      Tidak percaya diri dengan jawabannya sendiri
 Faktor tekanan dari berbagai pihak mejadikan anak seorang pencontek, hal ini dilakukan untuk terhindar dari hukuman-hukuman yang diberikan ketika mereka gagal. Padahal seharusnya anak didik untuk merasakan hal-hal yang akan mendidik mereka. Seperti halnya rasa gagal, ini akan menumbuhkan rasa keinginann untuk menjadi yang lebih baik, tentunya hal ini didukung dari peran orang tua, guru dan faktor lingkungan anak. Oleh karena itu, mencontek sudah seharusnya dihindari, kebiasaan itu dapat dikikis apabila timbul keinginan dan kesadaran dari dalam individu tersebut untuk menjadi diri sendiri, dibandingkan menjadi yang terbaik akan tetapi hasil dari kebohongan yang dilakukan dengan mencontek.
Berkenaan dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat secara moral dalam ujian (tidak “mencontek”) maka caranya adalah mengkondisikan keempat faktor di atas ke arah yang mendukung, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor pribadi dari pencontek 
     a.   Bangkitkan rasa percaya diri 
     b.   Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional 
     c.   Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius
2) Faktor Lingkungan dan Kelompok
    Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral
3) Faktor Sistem Evaluasi 
    a.  Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap) 
    b.  Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif 
    c.   Lakukan pengawasan yang ketat  
    d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan
         mempertimbangkan prinsip pedagogy serta prinsip andragogy.
4) Faktor Guru 
    a.  Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai. 
    b.  Bersikap rasional dan tidak ”mencontek” dalam memberikan tugas ujian/tes. 
    c.  Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral. 
    d.   Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Penutup 
       Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan secara menyeluruh yaitu, mencontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ini bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan hasil belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Mencontek bukan hanya terjadi di kalangan orang-orang dewasa, tetapi di kalangan anak SD juga sudah marak terjadi. Dengan demikian, mencontek lebih sarat dengan muatan aspek moral daripada muatan aspek psikologis.
       Sebagai saran agar tidak membiasakan diri untuk mencontek dalam ujian diantaranya:
1. Orangtua tidak terlalu menuntut anak agar anak bisa mendapatkan nilai ujian yang lebih baik,
    karena hal itu akan membuat anak merasa tertekan 
2.   Anak menyiapkan diri belajar dari hari-hari sebelum menjelang ujian 
3.  Guru membuat bentuk soal-soal ujian yang disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta
    didik dan dengan mempertimbangkan prinsip pedagogy serta prinsip andragogy.

Daftar Pustaka
Ikhsan. (2010). Mengenali pengertian mencontek. [Online]. Tersedia : http://www.ayruzallein. 
Riska, A. (2009). Budaya Mencontek. [Online]. Tersedia: http://rumahbelajaritb.wordpress.com

1 komentar: